Iman
terjaga dari lenanya bila telefon pintar miliknya tiba-tiba bergetar dari bawah
bantal. Tangannya laju mencapai telefon tersebut. Tertera nama Jun di skrin.
Satu keluhan dia lepaskan lantas dia mengambil panggilan tersebut dan dia
bangkit dari baringnya sebelum berlalu ke balkoni.
“Iman! At last, you angkat jugak!” Suara Jun
kedengaran ceria di talian sana.
“Jun...”
“Iman, I miss you so much.”
“Jun...” Suara Iman kedengaran sangat serius. Iman
terfikirkan kata-kata ayahnya. Kali ini saja dia mungkir janji dengan Lily.
Kali ni saja...
“Iman...? Kenapa you serius sangat ni?”
“I need to talk to you about something,” ujar Iman
tanpa menjawab soalan daripada Jun, “You free esok?”
“You nak jumpa I? What happen to your stupid
promises with your wife?”
“Jun, listen! I need to see you. I want to discuss
about you, me and us.”
“Fine! Kita jumpa esok tapi dekat mana?”
Iman picit pelipis, cuba mengurangkan tekanan,
“Republic Cafe.”
“What time?”
Iman kerut dahi, “Around lunch hour, maybe.”
“Okay, then!”
Iman baru nak matikan talian bila suara Jun
kedengaran dari talian sana, “Iman...”